Silakan Bagikan ke Teman-teman

 Panyabungan, 22 Agustus 2023 – Meski sudah sering diselenggarakan, penguatan moderasi beragama bagi tokoh agama dan pengurus ormas keagamaan di Kabupaten Mandailing Natal tetap menjadi program prioritas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kab. Mandailing Natal (MADINA). Mengingat moderasi beragama sejatinya adalah sikap-sikap keagamaan setiap orang yang harus dibina dan dikuatkan agar tidak terjatuh pada jurang ekstrimisme.

Atas dasar pemikiran demikian FKUB Kab. MADINA menyelenggarakan acara pelantikan pengurus FKUB Kab. Mandailing Natal periode 2023-2028 sekaligus melakukan pembinaan terhadap para tokoh agama, dan pengurus ormas keagamaan, dengan tujuan mencegah lahirnya radikalisme atas nama agama, dan gerakan-gerakan anti pancasila yang merongrong nilai-nilai yang telah menjadi kesepakatan bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Acara yang diselenggarakan pada 22 Agustus 2023 di Hotel Madina Sejahtera, Panyabungan tersebut dihadiri Bupati MADINA H. Muhammad Ja’far Sukhairi Nasution sekaligus melantik pengurus FKUB yang baru dan membuka secara resmi acara. Kemudian hadir sebagai narasumber Kakankemenag Kab. MADINA Drs. H. Parmohonan Siregar, Keba Kesbangpol Dr. Kapsan Usman Utomo Nasution, SP, Kasatbinmas Polres MADINA AKP Saszorro Efendi, dan Ketua Rumah Moderasi Beragama STAIN Mandailing Natal Rohman, M.Pd.

Dalam sambutannya, Sukhairi menyampaikan banyak hal yang harus jadi perhatian pengurus FKUB yang baru, khususnya di hari menjelang pemilu sekarang ini, yaitu polarisasi-polarisasi yang sengaja dibangun oleh kelompok-kelompok yang ingin memecahkan kerukunan masyarakat demi kepentingan pribadi atau kelompok dengan menggunakan isu SARA. Oleh karenanya, Sukhairi mengajak agar pengurus FKUB dan para tokoh serta pengurus ormas keagamaan harus berperan aktif menjaga kerukunan di tengah-tengah masyarakat.

Senada dengan itu, Payungan Pulungan sebagai ketua FKUB yang baru saja dilantik  menyampaikan dalam sambutannya, bahwa FKUB yang sekarang di bawah kepemimpinannya akan melakukan upaya mitigasi terhadap potensi-potensi konflik yang berbau sara di tengah masyarakat dengan menyusun program-program unggulan dengan mengedepankan dialog. Dalam sesi wawancara, sekretris FKUB Ahmad Asrin, S.Ag., MA menambahkan, ke depan pihaknya akan mengajak lembaga-lembaga terkait khususnya lembaga pendidikan seperti Rumah Moderasi Beragama yang ada di STAIN Mandailing Natal untuk melakukan kolaborasi dalam penguatan moderasi beragama terhadap masyarakat.

Pembinaan terhadap para tokoh agama dan pengurus ormas keagamaan dalam acara itu dilakukan dalam dua sesi. Sesi pertama diisi oleh narasumber dari pihak kakankemenag, kesbangpol dan kapolres Kab. Mandailing Natal menyampaikan materi moderasi beragama kepada para tokoh agama. Sementara pada sesi kedua, diisi oleh narasumber dari Rumah Moderasi Beragama STAIN Mandailing Natal dengan menyampaikan materi moderasi beragama kepada para pengurus ormas keagamaan se-kabupaten Mandailing Natal.

Melalui sudut pandang yang cenderung sama, masing-masing pembicara pada sesi pertama menekankan pada para tokoh agama untuk membina masyarakat agar menjaga kerukunan kehidupan beragama. Salah satu indikator kerukunan adalah menaati regulasi yang ada. Parmonohan Siregar mengutarakan bahwa konsep rukun secara filosofis dapat dianalogikan pada 4 rukun ka’bah. Rukun berarti 4 sudut yang mengacu pada ka’bah, pertama rukun hajar aswad yang merupakan titik tolak dimulainya thawaf menghadap ke arah timur. Kedua rukun Iraqi menghadap ke arah utara. Ketiga rukun syami menghadap ke arah barat, dan keempat rukun yamani menghadap ke arah selatan. Untuk menjaga agar umat beragama tetap rukun dan damai tiap-tiap umat harus menjaga rukunnya (ajaran agama) masing-masing, tidak boleh ikut campur dalam mengurusi rukun orang lain.

Utomo menjelaskan, kehidupan para tokoh agama harus melebur dengan masyarakat. Sikap-sikap keagamaan yang mesti tampak dalam kepribadian para tokoh agama adalah sikap ramah dan toleran, anti kekerasan, dan mengadopsi kearifan lokal sebagai wadah dalam berdakwah, serta komitmen terhadap keutuhan bangsa. Keempat sikap tersebut menjadi kunci utama yang harus dimiliki setiap tokoh agar menjadi contoh bagi masyarakat untuk menyemai sikap-sikap moderat di masyarakat.

Pada konteks yang aplikatif Saszorro menceritakan kisah-kisah perjalanan spiritualnya dalam menumbuhkan jiwa-jiwa moderat bagi setiap umat beragama di masyarakat yang dibinanya. Salah satu tindakan nyata adalah mengadakan program jum’at curhat dan minggu kasih. Pada hari jumat dan minggu Saszorro mendatangi masyarakat ke warung-warung dengan mengajak untuk lebih mendekatkan diri pada agama, karena jika kita memilih jalan agama dengan benar sejatinya akan menenangkan jiwa yang gelisah, memunculkan solusi atas setiap masalah. Sebaliknya, jika agama ditinggalkan maka banyak cara yang dianggap sah demi kepentingan dan nafsu sesaat yang berakhir pada kesengsaraan.  

Pada sesi kedua Rohman banyak menyoroti tantangan-tantangan kebangsaan yang harus menjadi perhatian setiap ormas keagamaan. Di era teknologi dan digitalisasi sekarang, norma-norma dan tatanan sosial mulai berubah, akibatnya banyak cara pandang dan tindakan yang juga berubah. Perubahan ini sejatinya bukanlah pertanda hilangnya moral kebaikan, namun sebagai konsekuensi logis dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tantangan nyata saat ini adalah masih rendahnya literasi masyarakat khususnya tentang narasi-narasi moderasi beragama. Selain itu, tingkat adaptasi ormas terhadap teknologi dalam mendiseminasikan nilai-nilai moderasi masih rendah sehingga sulit menyaingi ajakan radikalisme dan ekstrimisme di media sosial yang sekarang telah bejibun di layar kaca kita. Untuk itu, ormas keagamaan sekarang harus memikirkan ulang (rethinking) dan melakukan rancang bangun (redesign) terhadap program-program ormas yang masih melakukan pendekatan tradisional atau berkutat pada ceramah di mimbar (da’wah bi al-lisan) untuk fokus pada penggunaan teknologi sebagai wadah penanaman nilai-nilai moderasi beragama.

Tren spiritualisme dan mayoritarianisme di kalangan umat beragama selama ini juga masih menjadi momok menakutkan dalam mengancam multikulturalisme dan pluralisme yang pada dasarnya sedari dulu telah menjadi modal dan kekayaan bangsa kita dalam menjaga kerukunan hidup bersama. Dengan demikian, ormas-ormas keagamaan harus hadir dalam mengisi ruang-ruang sosial yang ada baik di media digital maupun di dunia nyata untuk menunjukkan wajah yang ramah dan siap bekerjasama dengan berbagai golongan dalam menjaga keutuhan bangsa. (timrmb).

By REDAKSI MADINA.WEB.ID

madina.web.id adalah media online keislaman yang menyediakan bacaan tentang isu-isu agama, pendidikan, budaya, sosial-kemasyarakatan, politik dan sebagainya. Media ini bergerak untuk mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *