Ibadah kurban (pengorbanan) adalah ritual penting dalam Islam, biasanya dilakukan pada momentun hari raya Idul Adha. Ibadah kurban melibatkan pengorbanan hewan tertentu (bahimatil an’am) seperti domba, kambing, sapi, atau unta.
Sejarah ibadah kurban dalam Islam memiliki akar yang mendalam dari peristiwa dua kisah yang diceritakan pada mulanya berasal dari kisah dua anak Adam, yaitu Habil dan Qabil. Dalam Al-Qur’an, kisah ini diceritakan dalam Surah Al-Ma’idah (5:27-31). Kedua putra Nabi Adam, Habil (Abel) dan Qabil (Cain), diperintahkan untuk mempersembahkan kurban kepada Allah sebagai solusi untuk menyelesaikan perselisihan di antara mereka. Habil mempersembahkan kurban dari ternaknya yang terbaik, sementara Qabil memberikan hasil panennya yang tidak terbaik. Allah menerima kurban Habil karena ketulusan dan kualitas persembahannya, sedangkan kurban Qabil ditolak. Kisah ini mengajarkan pentingnya niat yang tulus dan memberikan yang terbaik dalam beribadah kepada Allah.
Kisah yang kedua, kisah dari Nabi Ibrahim dan Ismail. Kisah ini merupakan salah satu yang paling dikenal dan dihormati dalam tradisi Islam, serta dalam Yahudi dan Kristen. Dalam Al-Qur’an, kisah ini disebutkan dalam Surah As-Saffat (37:102-107). Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah dalam mimpi untuk mengorbankan putranya, Ismail. Ketika Nabi Ibrahim hendak melaksanakan perintah tersebut, Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba, sebagai bukti ketaatan dan keikhlasan Nabi Ibrahim. Peristiwa ini dirayakan dalam Islam setiap tahun pada Hari Raya Idul Adha, di mana umat Muslim di seluruh dunia melaksanakan kurban sebagai bentuk peringatan dan penghormatan terhadap pengorbanan Nabi Ibrahim dan ketaatan Nabi Ismail.
Kedua kisah ini menjadi landasan historis dan spiritual dalam pelaksanaan ibadah kurban di dalam Islam. Selain sebagai tindakan simbolis dan ritual, ibadah kurban juga memperkuat nilai-nilai ketaatan, ketulusan, pengorbanan, dan solidaritas sosial di antara umat Muslim.
Secara garis besar ibadah kurban memiliki makna dan tujuan yang beragam yang dapat direnungi untuk dapat dijadikan sebagai nilai moral, yaitu, pertama, nilai ketaatan kepada Allah. Ibadah Kurban memperingati kesediaan Nabi Ibrahim (Abraham) untuk mengorbankan putranya Isma’il (Ismael) sebagai tindakan ketaatan kepada Allah. Ini menandakan ketundukan tertinggi pada kehendak Tuhan dan kesiapan untuk melakukan pengorbanan pribadi demi Tuhan.
Kedua, nilai pemurnian Spiritual. Tindakan mengorbankan hewan dipandang sebagai sarana untuk menyucikan diri secara spiritual. Melambangkan kesediaan orang beriman untuk merelakan sebagian hartanya demi Allah.
Ketiga, nilai kepekaan sosial. Daging hewan kurban dibagikan kepada keluarga, teman, dan terutama yang membutuhkan. Hal ini mendorong solidaritas sosial, kasih sayang, dan kepedulian terhadap masyarakat yang kurang beruntung.
Keempat, nilai pengingat kefanaan Hidup. Ibadah Kurban berfungsi sebagai pengingat akan sifat hidup yang sementara dan pentingnya mengutamakan spiritual dibandingkan kekayaan materi. Kelima, nilai kesyukuran. Berkurban merupakan wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya. Ini memperkuat rasa syukur dan mendorong orang beriman untuk merenungkan nikmat yang telah mereka terima.
Intinya, ibadah kurban adalah ibadah multidimensi yang menggabungkan unsur keimanan, ketakwaan, amal, dan semangat komunitas, yang bertujuan untuk membina hubungan yang lebih dalam antara individu, komunitasnya, dan penghambaan kepada Sang Pencipta.