Suatu ketika penulis dan teman-teman sekelas dihadapkan dengan sebuah challenge dari pak dosen. Tantangannya adalah membuat artikel populer dengan tema bebas namun dikaitkan dengan prinsip dalam moderasi beragama, seperti nilai kemanusiaan, kemaslahatan, keadilan, keberimbangan dan taat konstitusi (Hedar, 2023).
Awalnya penulis masih bingung mau menulis tentang apa, bahkan merasa bimbang apakah menerima tantangan tersebut untuk lanjut menulis artikel atau tidak. Dengan mencoba merefleksikan pengalaman sosial dan pribadi penulis dan mungkin juga sama dengan pengalaman pembaca yang budiman, dalam beberapa saat, akhirnya penulis pun memutuskan untuk menulis perihal utang-piutang. Karena hal tersebut bagi penulis berkaitan dengan sisi-sisi kemanusiaan.
Antara Pinjam Dulu Seratus dan Amnesia
Sudah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan kita sehari-hari mengenai aktivitas pinjam meminjam maupun hutang piutang. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan sehingga terciptalah yang namanya saling tolong menolong.
Namun demikian, ternyata aktivitas tersebut bisa menimbulkan problema. Kalau kata orang Mandailing kata saling tolong menolong tadi bisa berubah menjadi saling tolon manolon (saling telan menelan) jika sudah berkaitan dengan pinjam meminjam uang. Sebab, di balik aktivitas pinjam meminjam uang terdapat banyak kesan kombinasi antara merasa iba, sungkan, menegangkan hingga lucu.
Pertanyaan pemantiknya adalah mengapa ada fenomena di masyarakat banyak orang yang mudah berjanji dan gampang ingkar janji jika berkenaan dengan uang dan hutang? bahkan lebih parahnya lagi tidak mau membayar hutangnya?
Menurut pengalaman penulis, kebanyakan orang ketika meminjam uang datang dalam keadaan sedih dan menangis sehingga membuat orang iba melihatnya dan memberikan pinjaman. Namun ketika utangnya ditagih, seketika ia pun langsung terkena amnesia, seolah-olah tidak pernah meminjam uang.
Belakangan ini istilah pinjam dulu seratus sudah menjadi trendi. Bukan saja di kalangan anak muda namun juga sudah merambah ke kalangan kaum tua.
Lucunya, dengan alasan “Agar silaturahim terjaga pinjam dulu seratus, besok dibayar”. Banyak orang-orang yang ingkar terhadap janjinya serta nekat tak mau membayar hutangnya. Kalau sudah mendengar kata seperti ini: “pinjam dulu uangmu, besok dibayar”, terkadang memang suka kesal sendiri karena pada kenyataannya memang hal tersebut sulit terwujud.
Biasanya sasaran empuknya adalah teman sebaya. Mau pinjam ke orang tua malu, mau pinjam ke kerabat keluarga pun sungkan karena sudah terlalu sering meminjam uang, mau pinjam ke bank bunganya besar, mau pakai pinjol takut diteror, makanya larinya ke teman yang paling dekat dan bisa diandalkan karena menurutnya minim resiko, padahal tidak, jika menganggap remeh utang bisa saja nanti ujung-ujungnya terjadi pertengkaran/permusuhan yang sangat hebat yang menyebabkan putusnya silaturahim.
Seringkali orang terjebak antara sungkan untuk mengingatkan membayar hutang atau orang yang berutang tidak tahu diri, masa iya lebih galakan orang yang meminjam utang dari pada yang memberikan pinjaman, padahal itu kan uangnya sendiri, sungguh aneh tapi nyata.
Tiga Hal Penting
Ada beberapa hal yang sangat perlu sekali untuk diperhatikan, ketika meminjam uang kepada orang lain dalam perspektif Islam, yaitu sebagai berkut:
Pertama, orang yang memberikan pinjaman atas kemauan sendiri tanpa ada paksaan, serta memberikan sedikit dispensasi kepada orang yang berutang jika memang yang meminjam memberitahukan belum bisa membayar utangnya.
Kedua, barang yang dipinjamkan merupakan yang dapat memberikan manfaat.
Dan ketiga, orang yang mendapatkan pinjaman haruslah orang yang jelas asal-usulnya.
Letak permasalahannya yang paling sering adalah di sini. Orang yang memiliki hutang seharusnya segera membayar hutangnya dan menepati janjinya. Jangan menunda-nunda membayar hutang, engkar dan menipu. Karena dalam agama Islam orang yang ingkar terhadap janjinya merupakan ciri-ciri orang munafik.
Jika sudah jatuh tempo untuk membayar hutang dan memang belum bisa membayarnya karena suatu alasan yang memang masuk akal dan dapat dimaklumi, maka tidak ada salahnya tuk segera menyampaikan hal tersebut ke orang yang memberikan pinjaman siapa tahu bisa memberikan keringanan waktu.
Jika ingkar janji maka orang tidak akan percaya lagi dan tidak akan pernah mau membantu untuk meminjamkan uangnya lagi karena merasa kecewa dan dirugikan secara mental. Dan hal inilah kemudian berakibat pada rusaknya nilai-nilai kemanusiaan.
Minimal ketika sudah dibantu oleh orang lain jangan sampai membuatnya kecewa atau bahkan tidak percaya lagi. Intinya yang paling penting di sini adalah komunikasi guna meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan. Adapun hadis terkait hal ini yaitu:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا، أَدَّاهَا اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَهَا يُرِيدُ إِتْلََفَهَا، أَتْلَفَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلّ
رواه ابن ماجه
Artinya: “Siapa saja yang mengambil harta orang lain (berhutang) seraya bermaksud untuk membayarnya, maka Allah akan (memudahkan) melunasinya bagi orang tersebut. Dan siapa saja yang mengambilnya seraya bermaksud merusaknya (tidak melunasinya), maka Allah akan merusak orang tersebut,” (H.R. Ibnu Majah).
Kaitan Antara Membayar Hutang Tepat Waktu dengan Nilai Moderasi Beragama
Seperti yang kita ketahui nilai moderasi beragama itu erat kaitannya dengan toleransi/menghargai, kerukunan, dan menjaga budaya. Dalam beragama setidaknya toleransi dibagi menjadi dua macam yaitu toleransi internal (sesama umat beragama) dan toleransi eksternal (antar umat umat beragama).
Dengan membayar hutang tepat waktu maka bisa dikatakan sudah menerapkan nilai moderasi beragama berkenaan dengan menjaga/memelihara budaya kebiasaaan untuk tepat waktu membayar utang dan menghargai antara sesama manusia.
Oleh karena itu jadilah teladan yang baik bagi manusia yang lainnya, salah satunya dengan tepat waktu membayar hutang, karena hutang adalah janji. Maka dari itu segerakanlah membayar hutang jangan ditunda-tunda. Semua perbuatan yang dilakukan kelak akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah Swt. di akhirat nanti.
Editor: Rohman
Smoga orang yg berhutang diberi kemudahan membayar hutangnya dan yang memberi hutang diberi kesabaran serta keluasan rezki lagi