Foto peserta Workshop Penguatan Moderasi Beragama di STAIN Mandailing Natal
Silakan Bagikan ke Teman-teman

Panyabungan, madina.web.id – Islam washatiyah adalah inti ajaran Islam. Tidak ada lagi pilihan yang paling bisa dibenarkan selain menegaskan dan menjalankan Islam yang toleran terhadap kemajemukan. Sejak masa awal Islam, sifat moderat sudah menjadi gambaran kehidupan umat Islam yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW.

Pandangan tersebut mengemuka dalam acara Workshop Penguatan Moderasi Beragama bagi Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing Natal (STAIN MADINA) di gedung Aula STAIN MADINA pada Kamis, 27/06/2024. Acara yang  diselenggarakan Rumah Moderasi Beragama (RMB) STAIN MADINA itu mengusung tema “Penguatan Moderasi Beragama di Lingkungan Mahasiswa STAIN Mandailing Natal” hadir sebagai Narasumber guru besar UIN Imam Bonjol Padang Prof. Dr. Duski Samad, M.Ag dan dosen  UIN Syahada Padangsidimpuan Dr. Putra Halomoan, M.H. Turut hadir Ketua STAIN MADINA Prof. Dr. Sumper Mulia Harahap, M.Ag, Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Dr. Irma Suryani Siregar, M.A dan Ketua RMB STAIN MADINA Dr. Rohman, M.Pd beserta sekretaris RMB Sartika Dewi Harahap, M.Hum dan para pengurus RMB lainnya.

Rohman menyampaikan, dasar pemikiran diselenggarakannya kegiatan ini melihat pluralitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Intoleransi dan kekerasan di tengah masyarakat seringkali bersumber dari pemahaman agama yang sempit dan rigid. Padahal agama sesungguhnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga penguatan moderasi beragama bagi mahasiswa menjadi upaya untuk menyebarkan agen-agen moderasi beragama di tengah  masyarakat agar tercipta kehidupan yang damai. Outputnya sangat sederhana, mahasiswa paham, dan tidak terikut pada aliran radikal dan ekstrem kata Rohman yang juga sebagai ketua panitia dalam workshop yang didanai oleh DIPA STAIN MADINA itu.

Foto Dr. Rohman, M.Pd saat memberi kata sambutan sebagai ketua panitia

Dalam sambutannya Sumper Mulia Harahap menegaskan bahwa penguatan moderasi beragama adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan. Keseimbangan itu akan membuat diri utuh dan lengkap, tak terkecuali seimbang dalam memahami dan menerapkan ajaran agama.

Keseimbangan hidup itu dapat diamati dari sikap hidup tawassuth, moderat, yang prinsipnya memiliki keyakinan yang teguh pada pendirian dan nilai-nilai dasar agama, pada saat bersamaan juga mampu hidup berdampingan dengan perbedaan agama dan pandangan-pandangan agama.

Dalam kesempatan itu, Sumper Mulia Harahap memberikan motivasi kepada seluruh peserta. Jika ingin memanen buah mangga yang manis, maka tanamlah bibit mangga yang berkualitas baik dan diyakini manis. Artinya jika ingin menjadi insan yang berkualitas maka mulailah dengan cara hidup yang baik. Cara hidup ini tidak lepas dari cara beragama yang baik yaitu memilih berada pada posisi tengah dan adil dalam pikiran, sikap dan tindakan. Begitu penegasan sang guru besar tersebut.

Foto Prof. Dr. H. Sumper Mulia Harahap, M.Ag saat memberi kata sambutan dan membuka acara workshop penguatan moderasi beragama di STAIN Mandailing Natal

Workshop yang dipandu Dr. Arminsyah, M.H.I ini dilaksanakan dengan dua sesi. Sesi pertama diisi dengan pemaparan materi oleh Prof. Dr. Duski Samad, M.Ag melalui virtual. Secara konseptual Duski Samad menuturkan moderasi dapat dimaknai melalui enam sudut pandang. Di antaranya moderasi adalah suatu kegiatan untuk melakukan peninjauan agar tidak menyimpang dari aturan yang berlaku dan sudah ditetapkan. Sifatnya memoderasi, mengembalikan ke asalnya.

Moderasi juga merupakan kata sifat yakni sikap mental yaitu mentalitas perubahan (mentality to change), berkemajuan, dinamis, kretif, progresif dan modern. Sebagai prinsip dalam beragama, moderasi beragama dimaksudkan untuk percaya diri dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya, yang mengajarkan prinsip adil dan berimbang serta menghargai kemajemukan.

Pengalaman sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Sumatera Barat, dalam penyampaian materinya, Duski banyak menyinggung kasus-kasus intoleran di berbagai daerah di Indonesia. Intoleransi tersebut bermula dari sikap eksklusif dari pemeluk agama. Hal ini imbas dari minimnya pengetahuan agama yang dimiliki masyarakat. Sehingga sangat mudah terpapar paham-paham keagamaan yang anti perbedaan.

Foto Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag saat memberi pemaparan materi melalui virtual zoom

Sebagai pembicara kedua, Dr. Putra Halomoan Hsb, M.H juga menegaskan bahwa hakikat moderasi beragama bukan ingin mengubah esensi ajaran agama yang ada, juga bukan memoderatkan agama, karena hakikatnya agama sudah moderat. Yang perlu dimoderasikan adalah cara orang dalam beragama.

Setiap pemeluk agama harus sadar bahwa semua yang ada ini sudah ditakdirkan berbeda. Perbedaan ini harus disadari sejak semula. Orang yang hati dan pikirannya sempit adalah orang yang pergaulannya terbatas, bacaannya sedikit, jika bicara selalu merasa paling benar, kata Halomoan yang saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Hukum Keluarga Islam di UIN Syahada Padangsidimpuan.

Foto Dr. Putra Halomoan Hsb, M.H saat memberi pemaran materi di hadapan peserta

Ajaran Islam secara gamblang menunjukkan sikap toleran yang sesungguhnya. Nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan kemaslahatan umum dijunjung tinggi. Hidup berdampingan dengan orang yang berbeda keyakinan bukanlah suatu masalah. Saling menebar kemanfaatan dan menjaga kebersamaan adalah sifat-sifat yang diajarkan di dalam Islam. Itu semua telah tergambar jelas melalui Piagam Madinah pada masa Rasulullah SAW saat memimpin kota Madinah. Kesadaran dan pengetahuan seperti inilah yang harus senantiasa disebarluaskan, terlebih bagi kalangan akademisi di perguruan tinggi agama Islam di seluruh Nusantara.

By REDAKSI MADINA.WEB.ID

madina.web.id adalah media online keislaman yang menyediakan bacaan tentang isu-isu agama, pendidikan, budaya, sosial-kemasyarakatan, politik dan sebagainya. Media ini bergerak untuk mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *