Sejarah menunjukkan bahwa pergolakan kaum muda untuk melawan kolonialisme di Nusantara dilakukan dengan persatuan terhadap seluruh bangsa yang memiliki nasib sama di bawah penjajahan. Kongres Pemuda kedua pada 28 Oktober 1928 lalu melahirkan sumpah pemuda dengan tiga butir yang menjadi mutiara dari proses panjang bangunan solidaritas baru dalam kesadaran nasionalisme.
“Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.”
“Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.”
“Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Sumpah pemuda ini diikrarkan oleh kaum muda yang diwakili dari berbagai etnik dan agama, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Bataks, dan Jong Islamieten Bond (Heryanto, 2023). Mereka sepakat untuk memilih istilah Indonesia untuk menggantikan istilah Hindia Belanda, dan menggunakan kata “kami” dalam butir sumpah pemuda untuk menggantikan kesadaran lama yang membeda-bedakan seperti frasa “kami putra-putri Jawa”, “kami putra-putri Sumatera”, dan sebagainya. Dalam hal ini sumpah pemuda mengandung kesadaran yang sangat baru bagi seluruh bangsa Indonesia yang terjajah.
Semangat sumpah pemuda menjadi generator yang menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk secara bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Cita-cita untuk menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang modern dan beradab dilakukan oleh generasi muda yang progresif dengan cerdas mengenyam pendidikan asing demi keluar dari keterjajahan. Keadilan bagi seluruh rakyat, kesetaraan suku, agama, ras dan golongan serta jender dalam status sosial merupakan visi besar kaum muda terpelajar di tengah bangsa yang telah tertanam rasisme kolonial dan rakyat rendahan di bawah dinasti kerajaan.
Semangat sumpah pemuda pada masa lalu telah berhasil menyatukan seluruh elemen bangsa bergerak menghapus penjajahan. Keikutsertaan kaum muda dari seluruh wilayah Nusantara dalam pergerakan ini tidak pernah merasa ingin diungguli. Mereka mampu mendudukkan perbedaan latar belakang agama, ideologi, etnik dalam posisi yang setara. Bersatunya seluruh kaum muda sekali lagi berangkat dari kesadaran bersama terhadap nasib bangsa yang tengah dijajah.
Sudah hampir satu abad sumpah pemuda diikrarkan oleh kaum muda kita masa lalu namun kesatuan Indonesia saat ini tengah diuji oleh sikap bangsa kita sendiri. Tampaknya bangsa kita belum berhasil melakukan dekolonialisasi terhadap mentalitas sosial sebagaimana gambaran masa lalu. Hal ini tidak saja masih banyaknya kasus perampasan hak warga secara paksa di berbagai daerah oleh korporasi besar, namun juga tampak adanya upaya konstruksi identitas secara semu yang dilakukan baik dari penguasa maupun dari golongan bangsa kita sendiri.
Dinasti kraton dan raja telah berakhir dan bersatu dengan Negara Republik Indonesia (NKRI) pada saat dideklarasikannya kemerdekaan, namun setelah era reformasi banyak muncul partai-partai dengan politik bermental dinasti tapi merasa paling nasionalis. Di berbagai daerah intoleransi masih tinggi dan ingin meninggikan etnik, agama dan golongannya masing-masing. Anak muda banyak terlena dengan kemajuan zaman, lebih suka memilih tindakan instan dari pada melakukan proses panjang yang mendewasakan. Semua ini terjadi karena bangsa kita hari ini kehilangan semangat sejarah sumpah pemuda.
Sumpah Pemuda dan Ikrar Sarjana
Jika sumpah pemuda dahulu banyak dipelopori kaum terpelajar, maka kaum muda terpelajar kita saat ini juga mengikrarkan diri untuk mengisi kemerdekaan. Sumpah pemuda tahun 1928 lalu sejatinya adalah semangat untuk memperjuangkan persatuan seluruh anak bangsa yang ingin merdeka dan menjadi bangsa yang bermartabat, maka pada era kemerdekaan ini sumpah pemuda diikrarkan untuk meneguhkan komitmen dalam mengisi kemerdekaan.
Di antara ikrar kaum muda terpelajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing Natal menyebutkan: Kami wisudawan-wisudawati Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing Natal, berikrar:
Satu, Bertakwa kepada Allah SWT, akan selalu setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta menjunjung tinggi norma-norma ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai keahlian masing-masing.
Dua, Melaksanakan kewajiban-kewajiban serta tugas-tugas yang dibebankan kepada kami secara jujur dan kesungguhan hati.
Tiga, Menjaga dan menjunjung tinggi nama baik korps alumni dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing Natal.
Empat, Bersikap dan bertindak setia serta taat kepada bangsa dan negara serta agama di atas kepentingan diri sendiri dan golongan.
Lima, Bersedia menyumbang tenaga, pikiran, materi dan kemampuan kami demi kemajuan bangsa, negara dan agama pada umumnya dan kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Mandailing Natal pada khususnya.
Ikrar di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya bagi kaum muda saat ini untuk mengisi kemerdekaan Indonesia dengan ketakwaan kepada Allah SWT yang dibuktikan tidak saja dengan mensalehkan diri secara individual, namun juga saleh secara sosial. Memiliki karakter mulia, mengamalkan ilmu pengetahuan untuk kemajuan bangsa serta memiliki tekad untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Namun praktiknya kita melihat, anugerah Allah yang telah membentangkan alam raya ini untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan seluruh manusia secara berkelanjutan justru dieksploitasi secara terang-terangan oleh kekuatan pemodal dan kekuasaan. Ikrar kesediaan untuk memberikan sumbangan tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsa dan negara justru dibuktikan dengan menjunjung tinggi kepentingan pribadi dan golongan.
Atas semua itu kita berharap semangat sumpah pemuda untuk persatuan dan kesatuan harus terpatri dalam jiwa kita. Sumpah pemuda adalah janji suci yang sakral. Bangsa kita akan menanggung dosa besar dan kehancuran jika sumpah pemuda kita langgar dengan membangun mental pecundang.
Sudah saatnya kaum muda saat ini meminjam istilah Sumper Mulia Harahap (2023), dengan akronim Mandi dan Mengakar, yakni memantaskan diri (Mandi) dan mengabdi lewat karya. Kaum muda sudah saatnya membangun semangat belajar dan bekerja dengan hati, jangan terjebak pada semangat meninggikan diri dengan egoisme dan emosi.