Peringatan Hari Santri pada tahun ini nampaknya sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yang berbeda adalah Hari Santri kali ini bersamaan dengan riuhnya situasi politik Indonesia menuju pemilihan presiden dan wakil presiden yang dijadwalkan akan berlangsung di Februari tahun 2024 nanti. Sebagian masyarakat tentu sedang menaruh perhatian terhadap situasi politik yang sedang terjadi saat ini. Tetapi penting juga momen ini dijadikan sebuah refleksi yang memungkinkan kita untuk melihat kembali bagaimana santri berkontribusi besar dalam perjalanan politik di Indonesia.
Sejarah mencatat bagaimana para santri telah terlibat dalam peristiwa politik yang berpengaruh dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Namun, sayangnya, sejarah ini sempat terlupakan. Mungkin karena peran santri dalam perjuangan kemerdekaan acapkali tidak mendapat sorotan yang sama seperti pahlawan nasional tertentu atau gerakan politik tertentu. Kendati demikian, melalui Keputusan Presiden (Keppres) nomor 22 tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo tentang Hari Santri Nasional (HSN) merupakan wujud pengakuan bagaimana perjuangan dan pengorbanan para santri adalah bagian integral dari perjuangan nasional yang tidak boleh dilupakan, dan peringatan Hari Santri selalu menjadi momen bersejarah yang menggambarkan semangat perjuangan santri dalam mempertahankan kemerdekaan dan menghadapi penjajah melalui “Resolusi Jihad” yang difatwakan oleh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari.
Menurut Aksin Wijaya (2023) dikeluarkannya fatwa Resolusi Jihad harus dimaknai sebagai peristiwa sejarah, dan bagi umat Islam Indonesia, terutama santri, resolusi tersebut sebenarnya ditempatkan sebagai teks sejarah yang menginspirasi secara politik dan agama. Namun, penting untuk tidak menganggapnya sebagai suatu hal yang sakral. Penegasan ini memiliki signifikansi agar pernyataan tentang melanjutkan perjuangan yang bersifat “Fi Sabilillah” sebagaimana terkandung dalam Resolusi Jihad dapat diinterpretasikan sebagai pandangan Islam tentang konsep bela negara dan pilihan bentuk negara yang tidak harus berbentuk negara Islam.
Pada muktamar NU pada tahun 1936 di Banjarmasin, para kiai NU sebelumnya juga menegaskan bahwa bentuk ideal bagi Indonesia sebagai negara adalah Darus Salam (negara damai), bukan Darul Islam (negara Islam). Landasan pandangan ini berasal dari kenyataan bahwa Indonesia terdiri dari beragam pemeluk agama, latar belakang ras, etnis, dan golongan.
Keanekaragaman ini merupakan salah satu aset utama yang dimiliki Indonesia, sehingga hal ini menjadi argumentasi dasar para kyai dalam merumuskan dasar negara Indonesia sebagai negara yang menekankan pentingnya inklusi dan kerukunan antar umat beragama, ini juga yang kemudian menginspirasi Pancasila dan UUD 1945 yang dibahas di sidang konstituante pada saat itu.
Sejarah ini menunjukkan bahwa santri telah lama menjadi bagian penting dari perjalanan politik Indonesia. Keterlibatan santri dalam mempertahankan kemerdekaan dan pembentukan negara memunculkan identitas yang kuat di kalangan mereka sebagai pilar moral dan agama yang mendukung bangsa. Lebih dari itu, santri juga merupakan entitas sosial yang memiliki pengaruh cukup kuat sekaligus unik dalam sistem politik di Indonesia.
Setelah era orde baru runtuh dan digantikan era reformasi yang ditandai dengan demokratisasi dan keterbukaan sistem politik, para tokoh dan aktivis yang dulu dibungkam oleh rezim orde baru memanfaatkan kesempatan itu untuk ramai-ramai mendirikan partai politik sebagai wadah perjuangan.
Hal ini juga mempengaruhi sikap politik kaum santri yang dirasakan semakin menggeliat untuk mendesak para kiai turut menyuarakan agar mendirikan partai politik untuk menampung aspirasi warga NU.
Akhirnya, setelah melalui perdebatan yang pelik, lahirlah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Matori Abdul Jalil beserta KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dipercaya untuk mengemban kepimimpinan partai, masing-masing menjabat sebagai Ketua Tanfidziah dan Ketua Dewan Syuro.
Puncaknya adalah ketika pemilu perdana dalam era reformasi berhasil digelar. Hasil pemilu tersebut menempatkan PDI-P sebagai partai teratas dengan perolehan 33% suara. Besarnya dukungan suara yang diterima oleh PDI-P membuat para analis politik meramalkan bahwa Megawati Soekarno Putri akan mengambil kursi kepresidenan. Namun, tak seorang pun bisa menduga bahwa PKB dengan hanya mendapatkan 12% suara berhasil membungkam semua prediksi sebelumnya. Dengan dukungan dari poros tengah, Gus Dur akhirnya terpilih sebagai presiden Republik Indonesia yang ke-4. Dengan demikian, hari tersebut menjadi tonggak sejarah bagi NU, karena kali pertama seorang santri mampu menduduki jabatan presiden Republik Indonesia. Kalangan pesantren dan para kiai yang memimpin pesantren kala itu betul-betul mengalami euforia politik.
Berawal dari Gus Dur, maka akan tercatat beberapa tokoh penting yang memiliki latar belakang pesantren yang mewarnai proses perubahan sosial politik Indonesia di era reformasi, di antaranya seperti KH. Ahmad Hasyim Muzadi yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden Megawati Soekarno Putri. Begitupun juga KH. Ma’ruf Amin yang menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden Joko Widodo sampai saat ini. Jika ditelusuri lebih lanjut, tentu kita akan menemukan peranan santri dalam tingkatan yang lain, misalnya menjadi menteri, birokrat, anggota dewan dan ada juga yang menjabat sebagai pemerintah daerah. Ini menandakan peran santri dalam politik Indonesia memiliki dampak yang signifikan dalam pembentukan kebijakan dan pengambilan keputusan politik.
Tentu ini menjadi hal yang harus diakui bersama bahwa santri masih memainkan peran yang signifikan di kancah politik sampai saat ini. Begitupun juga menjelang kontestasi politik pada tahun 2024 nanti. Sudah menjadi rahasia umum, para kekuatan politik acapkali melakukan kunjungan politik ke pesantren sebagai upaya untuk memenangkan dukungan politik.
Partai politik dan politisi sering kali menyadari bahwa pesantren memiliki jaringan dan basis pemilih yang kuat. Dengan berinteraksi aktif dengan santri dan tokoh pesantren, mereka berharap dapat memperoleh dukungan dalam pemilihan umum. Lebih dari itu, upaya lain yang dilakukan oleh para kekuatan politik yaitu dengan menggaet tokoh santri untuk membangun kerjasama dalam menjalankan kepemimpinan sudah menjadi strategi politik yang umum di Indonesia.
Seperti halnya situasi politik yang disuguhkan saat ini, Partai Nasdem mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden bertandem dengan Muhaimin Iskandar yang seorang santri sebagai wakilnya. Sebagaimana strategi ini juga dilakukan oleh PDI-P yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden dan didampingi oleh Mahfud MD yang seorang santri sebagai wakilnya. Tentu patut ditunggu juga calon presiden Prabowo Subianto apakah akan melakukan strategi yang sama dengan menggaet tokoh santri sebagai wakilnya?
Di balik itu semua, keterlibatan santri dalam perpolitikan Indonesia tentu tidak selalu dipandang etis. Mengingat santri merupakan produk pesantren yang memiliki otoritas moral dan referensi keagamaan yang kuat. Tetapi yang perlu kita renungkan adalah bahwa santri bukanlah entitas yang harus dipandang sebelah mata. Dalam ranah konstruk sosial, tentu masih banyak masyarakat yang berpandangan demikian. Padahal melalui sejarah dan realitas saat ini santri masih memiliki peran yang substansial dalam membangun peradaban bangsa. Tentunya ini tidak lepas dengan prinsip yang dianut oleh kaum santri yaitu konsep Al-muhafadhah ala al-qadim as-shalih wa al-akhdu bi al-jadidi al-ashlah yang berarti menjaga tradisi lama yang baik dan mengadopsi tradisi baru yang lebih baik.
Dalam tradisi pesantren, prinsip ini adalah identitas yang harus dipegang santri dalam membangun masyarakat yang berperadaban. Dengan prinsip ini, seorang santri dididik untuk menjadi sensitif terhadap isu-isu sekitarnya. Hal inilah yang membuat santri sebagai pioner perubahan terdepan, baik melalui kiprah politik maupun yang lain.
Karena itu, mari kita rayakan Hari Santri Nasional kali ini tidak sekedar simbolik dengan mengadakan upacara-upacara dan penggunaan atribut sarung dan kopiah saja. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana Hari Santri Nasional ini dapat menginspirasi kita semua. Baik santri maupun masyarakat untuk merayakan kontribusi santri dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam politik. Santri telah terbukti memiliki potensi besar dalam mempengaruhi dan membentuk kebijakan politik yang adil dan berkeadilan. Di samping itu, Hari Santri Nasional ini sebagai momen refleksi dan inspirasi untuk lebih aktif dalam politik, mempromosikan nilai-nilai moral dalam pengambilan keputusan politik dan mendorong perubahan positif guna mencapai tujuan bersama untuk membangun peradaban bangsa yang lebih baik.
Selamat merayakan Hari Santri Nasional. Jihad Santri Jayakan Negeri!