Akhir-akhir ini bangsa Indonesia tengah diuji eksistensinya sebagai bangsa yang multikultural. Sebab, mengingat berbagai indikator yang memperlihatkan tanda-tanda yang dapat memicu terjadinya perpecahan seperti munculnya sikap intoleran dan paham-paham radikal yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai filosofis bangsa.
Tantangan yang terjadi dalam internal bangsa dengan munculnya paham-paham radikal serta maraknya aksi-aksi yang bernuansa SARA atau Pilkada yang digelar di berbagai daerah yang saling menjatuhkan antarsatu dengan yang lain sehingga tak jarang berakhir dengan konflik. Hal ini, disebabkan karena masih lemahnya penghayatan dan pengalaman agama yang baik serta munculnya pemahaman ajaran agama yang keliru dan sempit.
Selain itu, kurang berkembangnya pemahaman dan penghayatan terhadap nilai kebhinekaan dan kemajemukan, kurangnya keteladanan dan perilaku sebagian pemimpin dan para elit bangsa, dan di sisi lain, tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal sehingga menimbulkan ketidakpuasan sebagian kalangan sehingga dampaknya mendorong bertindak sewenang-wenang (street justice) untuk meminta keadilan.
Dalam rangka untuk mewujudkan cita-cita reformasi dan pelaksanaan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara konsekuen serta toleran dalam upaya menekan terjadinya berbagai persoalan yang terjadi di negeri ini, maka jelas memerlukan kesadaran dan komitmen bagi seluruh warga masyasrakat dalam menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa.
Hal itu dapat terwujud apabila masyarakatnya memiliki sikap toleran, empatik, serta mampu menerima dan hidup dalam kemajemukan yang dapat dikelola dengan baik. Oleh sebab itu, nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai agama sangat penting untuk ditanamkan sejak dini agar terwujud masyarakat yang toleran.
Dalam bidang agama banyak dijumpai isyarat-isyarat yang menunjuk kepada pentingnya nilai-nilai inklusifitas, toleransi, persatuan, dan perdamaian dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan umat. Salah satu di antaranya adalah dengan nilai persaudaraan. Khususnya dalam agama Islam yang mayoritas dianut oleh bangsa Indonesia memperkenalkan konsep ukhuwah islamiyah.
Konsep ini terkadang disalahpahami oleh sebagian masyarakat yang mengartikannya sebagai “persaudaraan antarsesama muslim atau umat Islam”, namun pemahaman seperti itu menurut M. Quraish Shihab kurang tepat, sebab kata “ukhuwah” yang digandengkan dengan kata ”islamiyah” itu mengandung arti “persaudaraan yang diajarkan oleh Islam atau yang sesuai dengan Islam”.
Maka dari itu, pemahaman konsep ini lebih luas yang tidak hanya terbatas di kalangan umat Islam tetapi seluruh makhluk Tuhan baik itu non-muslim ataupun lingkungan (tumbuhan atau hewan).
Kaidah agama mengajarkan bahwa semua manusia di hadapan Tuhan adalah sama, yaitu sebagai makhluk ciptaan-Nya yang harus patuh dan tunduk hanya kepada-Nya, maka tata nilai atau prinsip umum yang menjiwai seseorang adalah bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan akan menuju kembali kepada-Nya. Dengan demikian, manusia yang satu dengan manusia yang lainnya berada dalam kesatuan sebagai makhluk dan sebagai hamba, maka dari itu, selayaknya bertindak sesuai dengan nilai-nilai ke-Tuhan-an.
Sila yang pertama dalam Pancasila, yaitu ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia dan setiap warga negara harus mengakui adanya Tuhan. Oleh sebab itu, setiap orang menyembah Tuhannya sesuai dengan keyakinannya masing-masing tanpa paksaan dari pihak lain.
Kaidah ajaran agama Islam yang mengajarkan bahwa semua umat manusia adalah bersaudara (ukhuwah insaniyah). Dengan demikian, nilai-nilai ketuhanan (keimanan) harus terealisasi dalam kehidupan nyata, bahwa manusia itu merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan. Tuhan telah melebihkan antarsatu dengan yang lain, agar hal itu dapat terwujud kerja sama (tolong menolong) sehingga tidak sedikit kecaman agama terhadap orang yang melalaikan kondisi saudaranya.
Selanjutnya kaidah agama Islam yang memperkenalkan adanya persatuan dan kesatuan yang didasarkan pada persamaan kebangsaan (ukhuwal wathaniyah). Bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaannya tidak lepas dari cinta dan persamaan nasib dengan saudara setanah airnya dengan mengobarkan semangat cinta tanah air (hubbul wathan), menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan bangsa, tanpa melihat suku, agama, etnis, dan budaya, semuanya bersatu dalam meraih tujuan yang sama yaitu kemerdekaan.
Maka dari itu, segala bentuk yang dapat melemahkan kesatuan bangsa harus ditindak tegas demi terwujudkan masyarakat yang terintegrasi di bawah naungan Pancasila, Bhineka tunggal ika.